Integritas dalam konteks Manusia Bugis dimaknai dengan kalimat "Taro Ada Taro Gau" atau kesamaan antara apa yang pernah dikatakan dengan perbuatan.
Lawan dari kata ini di dunia Islam diberi predikat "Munafik" yang indikatornya hanya Tiga:
1. Jika berkata maka Ia terkadang berdusta,
2. Jika berjanji maka Ia sengaja ingkar, dan
3. Jika diberi kepercayaan maka Ia bisa dengan tega berkhianat.
Saya lebih baik bergaul dengan yang tidak punya perasaan ketimbang yang munafik dan tentu saja memberi tekanan psikologis yang jelas untuk oknum yang nekat untuk berdusta, ingkar atau mengkhianati diri ini sampai mereka menunjukkan kesadaran atau permohonan permakluman.
Manusia Munafik adalah Pembawa Sial yang menular, karena itu, memilih untuk menghindari dan mengabaikannya karena tidak memiliki kehormatan sebagai manusia serta diyakini rendah imannya pada Qhada dan Qhadar merupakan perintah Kitab Suci.
Pasalnya, dalam perjalanan kehidupan, tidak jarang kita dipertemukan dengan "Manusia Munafik", tipe manusia yang lebih mengutamakan mengambil dan mempertahankan kekuasaan daripada menjunjung etika moral.
Berhati-hatilah, sebab hanya Manusia Munafik yang dibaluri kedengkian karena ketidak sempurnaan keyakinan pada rukun iman yang paling potensial menjadi Jahat.
Beruntungnya, karena Tuhan sudah menurunkan petunjuk bahwa Manusia Jahat diawali dari Kedengkian, sehingga kita mampu menakar perilaku Munafik yang dimotifasi oleh kedengkian lalu menangkisnya sebelum membesar jadi kejahatan.
Ini disebutkan dalam Surah Al Falaq.
"Hasidin Idza Hasad" yang harfiahnya berarti "Pendengki apabila sedang Dengki".
Perhatikan bagaimana Tuhan menamai "Pendengki" sebagai karakter melekat yang sudah lama ditumbuhkan dan mengakar lalu bisa saja digunakan sewaktu-waktu "Apabila sedang Dengki".
Al Falaq menurut ulama disepakati sebagai "Waktu Subuh", meskipun beberapa tafsir menyebut Al Falaq adalah nama sebuah tempat di Neraka.
Manusia Pendengki adalah manusia yang rendah nilai etika moralnya di kehidupan, dipastikan berani melanggar aturan keduniaan, entah itu aturan kitab suci, aturan regulasi, maupun aturan yang diakui peradaban.
Tipe mahluk "Kunyuk" seperti ini justru tersenyum bahagia jika berhasil mengelabui, merasa tetap tenang saat ingkar janji, dan yakin menang saat tega mengkhianati.
Mereka bisa jadi sukses di kehidupan, namun tidak akan sampai ke level Nikmat Hidup dalam Iman Berislam.
Baca juga:
Gamawan Fauzi: Semua Ada Akhirnya
|
Sebab akar masalah kedengkian adalah rendahnya Iman, khususnya Iman Kepada Takdir dan Iman Kepada Hari Akhir.
Ketidaksempurnaan Iman pada rukunnya membuat dengki bertumbuh dalam segumpal darah di hati yang semakin hitam dan membusuk.
Hati yang dibalut sama "Kanker Kedengkian" secara sadar mengimpuls syaraf di otak untuk merusak tatanan kehidupan yang harusnya berjalan lurus.
Sekiranya, Pendengki meyakini Takdir diri dan takdir orang lain, bahwa kita semua hanya menjalankan peran dari Yang Maha Mengatur, maka tidak bakalan mengisi hatinya dengan Kedengkian.
Sebab melihat kenikmatan dan keberuntungan orang lain sebagai Takdir-Nya dan tidak berupaya mengurangi, menghambat, dan menganggu hal itu, selain menerimanya sebagai bagian dari keihklasan humanisme.
Sekiranya, Pendengki sempurna keyakinannya pada hari akhir, bahwa setiap perbuatan yang bertentangan dengan Integritas akan ditakar untuk tidak berakibat buruk di hari pembalasan.
Hari pembalasan secara umum ditafsirkan setelah Sangkakala Kiamat Besar ditiupkan, namun Agama juga mengakui adanya Kiamat Kecil yang berarti "Hari Pembalasan" bisa jadi akan mewujud segera atau beberapa hari setelah kedengkian ditunjukkan dan tidak harus menunggu Yaumul Akhir.
Pastinya, tidak ada kehormatan yang bahagianya maksimal sampai ke nikmat bagi para pendengki, sebab Tuhan Maha Tahu dan Maha Menghukumi.
Saya tutup dengan Dua nasehat Nabi untuk menjaga Kaum Integritas dari Kejahatan dari Pendengki apabila sedang Dengki.
Pertama, Nabi menyarankan membaca Surah An'Nass, Al Falaq, dan Al Ikhlas di waktu pagi dan petang, hal itu sudah cukup menjadi perisai dari pandangan mata jahat (Penyakit Ain') atau penangkal Dengki.
Kedua, Yakini bahwa Siapapun yang sempurna Lafadz Tauhidnya dengan hanya Takut dan Berharap pada Yang Maha Kuasa maka ia tidak akan disentuh oleh Mudharat/Keburukan dari Mahluk Apapun yang Diciptakan.
Penutup...
Saya dan Anda bisa jadi Dengki dan Munafik, namun setiap "Dusta, Ingkar atau Khianat" yang disertai Permohonan Maaf pada yang dirugikan dengan beralasan "Khilaf, Lupa atau Sadar akan Dosa", maka Predikat Munafik bisa kita obati.
Sedangkan Dengki, hanya bisa ditawarkan dengan Memperbanyak Ikhlas Diri, Kedengkian tidak ada obatnya di pihak lain.
Salama Ki dalam Kebaikan.
Penulis: Ardi Susanto, SH.